Filsafat Matematika
FILSAFAT
MATEMATIKA, FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA
DAN FILSAFAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA
A.
Filsafat
Matematika
1.
Pengertian Filsafat
Kata ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘philosophia’. Kata philosophia merupakan gabungan dari dua kata yaitu philos dan sophia. Philos
berarti sahabat atau kekasih, sedangkan sophia memiliki arti kebijaksanaan,
pengetahuan, kearifan. Dengan demikian maka arti dari kata philosophia adalah
cinta pengetahuan. Plato dan Socrates dikenal sebagai philosophos
(filsuf) yaitu orang yang cintai pengetahuan. Filsafat adalah pikiran
manusia yang radikal, artinya mengesampingkan pendirian-pendirian dan
pendapat-pendapat “yang diterima saja” mencoba memperlihatkan padangan yang
merupakan akar dari lain-lain pandangandan sikap praktis. Jika filsafat
misalnya berbicara tentang masyarakat, hukum, sosiologi, kesusilaan dan
sebagainya, di situ pandangan tidak diarahkan kepada sebab-sebab yang terdekat
(secundary causes) melainkan ke “mengapa” yang terakhir (fist causes),
sepanjang kemungkinan yang ada pada budi manusia berdasarkan kekuatannya. Filsafat mencari jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapinya dengan berpangkalan pada manusia
itu sendiri atau pikiran manusia itu sendiri. Jadi :
a.
Objek filsafat adalah segala sesuatu yang ada.
b.
Sudut pandangannya adalah sebab-sebab yang terdalam.
c.
Sifat filsafat adalah sifat-sifat ilmu pengetahuan.
d.
Jalannya filsafat dalam usaha mencari jawaban-jawaban dengan
berdasarkan kekuatan pikiran manusia atau budi murni dan tidak
berdasarkan WahyuAllah atau pertolongan istimewa dari agama/Tuhan.
e.
Karakteristik berpikir filsafat adalah Menyeluruh, mendasar
dan spekulatif. Dan perlu untuk kita ingat bahwa kata filsuf (philosophos)
dan filsafat (philosophia) ini baru menyebar luas setelah masa Aristoteles.
Aristoteles sendiri tidak menggunakan istilah ini (philosophia atau
philosophos) dalam literatur-literaturnya. Setelah masa kejayaan
romawi dan persia memudar, penggunaan istilah filsafat berikutnya mendapat
perhatian besar dari kaum muslimin di arab. Kata falsafah (hikmah) atau
filsafat kemudian mereka sesuaikan dengan perbendaharaan kata dalam bahasa
arab, yang memiliki arti berbagai ilmu pengetahuan yang rasional.
2.
Pengertian Matematika
Pengertian matematika sangat sulit didefinsikan secara
akurat. Pada umumnya orang awam hanya akrab dengan satu cabang matematika
elementer yang disebut aritmatika atau ilmu hitung yang secara informal dapat didefinisikan
sebagai ilmu tentang berbagai bilangan yang bisa langsung diperoleh dari
bilangan-bilangan bulat ...– 2, -1, 0, 1, 2, …, dst, Melalui beberapa operasi
dasar: tambah, kurang, kali dan bagi. Akan tetapi, penulis mencoba
memberikan pengertian dari matematika. Menurut bahasa kata “matematika”
berasal dari kataμάθημα (máthema) dalam bahasa
Yunani yang diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar”
jugaμαθηματικός (mathematikós) yang diartikan sebagai “suka belajar”. Sedangkan menurut istilah,
apakah matematika itu? Pertanyaan ini jawabannya dapat brbeda-beda bergantung
pada kapan pertanyaan itu dijawab, dimana dijawab, siapa yang menjawabnya dan
apa sajakah yang dipandang termasuk dalam. Dengan demikian, untuk menjawab
pertanyaan: Apakah matematika itu ? Untuk menjawabnya kita harus
hati-hati. Karena itu berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika
tersebut dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing individu yang
berbeda. Ada yang berpendapat bahwa matematika itu bahasa simbol, matematika itu adalah
bahasa numrik, matematika itu adalah bahasa yang menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional,
matematika adalah metode berpikir logis, matematika adalah saran berpikir,
matematika adalah logika pada masa dewasa , matematika adalah ratunya ilmu dan
sekaligus menjadi pelayannya, matematika adalah sains mengenai kuantitas dan besaran,
matematika adalah sains yang bekerja menarik kesimpulan-kesimpulan yang perlu,
matematika adalah sains formal yang murni, matematika adalah sains yang
memanipulsi simbol, matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang,
matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur ,
matematika adalah imu yang abstrak dan deduktif . Selain itu juga, beberapa
pendapat para ahli tentang matematika yang telah menyinggung muatan materi yang
terdapat dalam ruang lingkup matematika dan karakteristik matematika, antara lain:
a.
James dan James, yang mengatakan bahwa matematika adalah ilmu
tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang
berhubungan lainnya dengan jumlah banyak yang terbagi kedalam tiga bidang,
yaitu aljabar, analisis dan geometri.
b.
Jhonson dan Rising bahwa matematika adalah pola berpikir,pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat,
representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol
mengenai ide daripada mengenai bunyi.
c.
Reys mengatakan bahwa matematika adalah telaahan tentang pola
dan hubungan ,suatu
jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.
d.
Kline mengatakan bahwa matematika bukanlah pengetahuan
menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama
untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial ,
ekonomi dan alam.Jadi dari seluruh pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa adanya matematika itu karena kemampuan proses berpikir manusia
tentang pengalaman permasalahan yang ditemui dan dipecahkan, yang
kemudian pengalaman pemecahan masalah tersebut menjadi suatu yang terkonstruksi
sebagai suatu konsep matematika yang kemudian dapat digunakan sebagai alat
pemecahan masalah yang sama atau yang baru.
B.
Filsafat
Pembelajaran Matematika
Beberapa aliran dalam filsafat matematika:
1.
Aliran Logistik– Pelopornya : Immanuel Kant (1724 – 1804)
Berpendapat bahwa matematika merupakan
cara logis (logistik) yang salah atau benarnya dapat ditentukan tanpa
mempelajari dunia empiris.– Matematika murni merupakan cabang dari logika,
konsep matematika dapat di reduksikan menjadi konsep logika.
2.
Aliran Intuisionis– Pelopornya : Jan Brouwer (1881 – 1966)
Berpendapat bahwa matematika itu
bersifat intusionis– Intuisi murni dari berhitung merupakan titik tolak tentang
matematika bilangan. Hakekat sebuah bilangan harus dapat dibentuk melalui
kegiatan intuitif dalam berhitung dan menghitung.
3.
Aliran Formalis– Pelopornya : David Hilbert (1862 – 1943)
Berpendapat bahwa matematika
merupakan pengetahuan tentang struktur formal dari lambing. Kaum formalis menekankan
pada aspek formal dari matematika sebagai bahasa lambang dan mengusahakan
konsistensi dalam penggunaan matematika sebagai bahasa lambang.– Kaum Formalis
membantah aliran logistik dan menyatakan bahwa masalah-masalah dalam logika
sama sekali tidak ada hubungan dengan matematika. Matematika adalah cara/
metode berpikir dan bernalar. Matematika adalah cara berpikir yang digunakan
untuk memecahkan semua jenis persoalan. Matematika bila ditinjau dari segi
epistemology ilmu bukanlah ilmu. Ia lebih merupakan artificial yang bersifat
eksak, cermat dan terbebas dari rona emosi. Matematika adalah logika yang telah
berkembang, yang memberikan sifat kuantitatif kepada pengetahuan keilmuan. Matematika merupakan
sarana berfikir deduktif yang amat berguna untuk membangun teori keilmuan dan
menurunkan prediksi-prediksi daripadanya, dan untuk mengkomunikasikan
hasil-hasil kegiatan keilmuan dengan benar dan jelas dengan secara singkat.
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan
yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika mempunyai “artificial”
yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya.
C.
Teori – Teori
pembelajaran Matematika
Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori
belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tulisan ini akan
dikemukakan lima jenis teori belajar,
yaitu:
1.
Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental.
Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan
perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai
individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini,
diantaranya :
a. Connectionism
( S-R Bond) menurut Thorndike
Thorndike melakukan eksperimen terhadap kucing, dari hasil eksperimennya
dihasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1.
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek
yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula
hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2.
Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada
asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar
(conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang
mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan
antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih
dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b. Classical
Conditioning menurut Ivan Pavlov
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1.
Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang
dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah
satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
2. Law of Respondent
Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat
melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
c. Operant
Conditioning menurut B.F. Skinner
Eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya
terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1.
Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku
diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan
meningkat.
2.
Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku
operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant
adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan.
Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus,
melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu
sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya
sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan
stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
d. Social
Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational
learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan
dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme
lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis
atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai
hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri.
Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu
terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation)
dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih
memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward
dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku
sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang
mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang
menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya
yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the
treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan
Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method),
Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
2.
Teori Belajar
Kognitif menurut Paigeat
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor
aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan
sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori
tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan
kognitif individu meliputi empat tahap yaitu :
(1) sensory motor;
(2) pre operational;
(3) concrete operational
(4) formal operational.
Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu
yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa
asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their
mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses
to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s
mind or concepts by the process of assimilation” Dikemukakannya pula,
bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan
kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya
banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan
lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
a.
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa.
Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara
berfikir anak.
b.
Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi
lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
c.
Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi
tidak asing.
d.
Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap
perkembangannya.
e.
Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk
saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
3. Teori Pemrosesan Informasi
dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan
faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil
kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi
proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan
keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya
interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal
individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan
untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu.
Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi
individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu,
(1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5)
ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
4. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai
“bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau
peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang
terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang
terpenting yaitu :
Hubungan
bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap
bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk)
dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan
sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar
bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan
figure.
1)
Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling
berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang
sebagai satu bentuk tertentu.
2)
Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki
kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
3)
Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur
bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi
suatu figure atau bentuk tertentu.
4)
Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung
menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan
cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan
keteraturan;
5)
Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan
mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat
empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
a.
Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan
dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk
kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah
perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti
kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar”
lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
b.
Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan
antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis
adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk
pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah
sesuatu yang indah(lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu
lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
c.
Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur
atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek
atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti :
sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip
ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
d.
Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah
merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis.
Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran
terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi
teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a.
Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang
peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran,
hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal
keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b.
Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning);
kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam
proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif
sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan
masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif
pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna
yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c.
Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa
perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan
stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin
dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal
tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan
sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami
tujuannya.
d.
Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku
individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena
itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan
kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e.
Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku
dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt,
transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu
konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi
konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya
penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian
menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi
apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu
persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah
dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta
didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
5.
Teori Belajar Alternatif Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan
kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan
kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan
fasilitasi orang lain.Sehingga teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia
untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan, atau teknologi dan hal
lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Hasil belajar bergantung pada pengalaman dan perspektif
yang dipakai dalam interpretasi pribadi. Sebaliknya, fungsi pikiran menginterpretasi
peristiwa, obyek, perspektif yang dipakai, sehingga makna hasil belajar
bersifat individualistik. Suatu kegagalan dan kesuksesan dilihat sebagai beda
interpretasi yang patut dihargai dan sukses belajar sangat ditentukan oleh
kebebasan siswa melakukan pengaturan dari dalam diri siswa. Tujuan pembelajaran
adalah belajar how to learn. Penyajian isi KBM fakta diinterpretasi
untuk mengkonstruksikan pemahaman individu melalui interaksi sosial.
Untuk mendukung kualitas pembelajaran maka sumber belajar
membutuhkan data primer, bahan manipulatif dengan penekanan pada proses
penalaran dalam pengambilan kesimpulan. Sistematika evaluasi lebih menekankan
pada penyusunan makna secara aktif, keterampilan intergratif dalam masalah
nyata, menggali munculnya jawaban divergen dan pemecahan ganda. Evaluasi
dilihat sebagai suatu bagian kegiatan belajar mengajar dengan penugasan untuk
menerapkan pengetahuan dalam konteks nyata sekaligus sebagai evaluasi proses
untuk memecahkan masalah.
Selama ini masyarakat kita berada dalam suatu budaya
dimana belajar dipandang sebagai suatu proses mengkonsumsi pengetahuan. Guru
bukan sekadar fasilitator, melainkan sebagai sumber tunggal pengetahuan di
depan kelas. Pembelajaran yang sedang dikampanyekan, disosialisasikan justru
berbeda dengan pandangan tersebut. Belajar adalah suatu proses dimana siswa
memproduki pengetahuan. Siswa menyusun pengetahuan, membangun makna (meaning
making), serta mengkonstruksi gagasan. Pada dasarnya teori kontruktivisme
menekankan bahwa belajar adalah meaning making atau membangun makna,
sedang mengajar adalah schaffolding atau memfasilitasi. Oleh karena itu
skenario suatu pembelajaran maupun kegiatan belajar mengajar yang hanya
terhenti pada tahapan dimana siswa mengumpulkan data dan memperoleh informasi
dari luar yakni guru, narasumber, buku, laboratorium dan lingkungan ke dalam
ingatan siswa saja, belumlah cukup, karena siswa masih berada pada tingkatan
mengkonsumsi pengetahuan. Karena itu perlu langkah-langkah yang menunjukkan
tindakan siswa mengkonstruksi gagasan untuk memproduksi pengetahuan. Langkah-langkah inilah
yang sedang disosialisasikan dua tahun terakhir
0 Response to "Filsafat Matematika"
Posting Komentar