BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Letak Indonesia yang strategis
diantara dua benua besar, Asia dan Australia di sebelah Utara dan Selatan. Dua
buah Samudera Pasifik dan Samudera Hindia mengapiti Indonesia dari sebelah
timur dan barat. Posisi yang sedemikian rupa merupakan titik pertemuan antar
dari berbagai negara. Indonesia melakukan kegiatan hubungan luar negeri yang
dilandasi pada landasan filsafah dan Dasar Negara yakni Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Dimana dalam interaksi antar bangsa tersebut harus
berpegang pada Kepentingan Nasional baik Kepentingan ekonomi,sosial
budaya,politik maupun pertahanan Indonesia.
Kecenderungan ,proses, dan arus
globalisasi telah menjadi suatu kenyataan hidup dan semakin kuat dibarengi
dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat. Globalisasi tidak hanya
menyangkut ekonomi yang dimana didalamnya terdapat perdagangan dunia, tetapi
telah ada di bidang-bidang lain. Proses penyebaran bidang-bidang tersebut di
dukung dan dipacu lebih lanjut oleh akemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya
teknologi komunikasi dan informasi. Namun mengingat aspek kehidupan manusia dan
keberhasilan serta kebahagiaan suatu Negara bukan hanya pada bidang ekonomi
saja.
Dalam pergaulan global, suatu Negara
yang tidak mampu mengatasi sendiri permasalahan-permasalahan global seperti
krisis lingkungan hidup, mengatasi pengangguran, kelangkaan sumber daya alam,
konflik antar etnis, beserta tuntutan demokrasi lainnya akan meminta bantuan
oleh Negara lain. Maka dari itu Negara lain juga ikut memainkan peran dalam
globalisasi seperti PBB, ASEAN, NATO, APEC, dan Organisasi lainnya di dunia.
Globalisasi dunia yang ditandai
begesernya peran Negara bangsa yang didominasi oleh Negara bagian barat dengan
peradaban individualistiknya. Kesuksesan individualistik telah mendorongnya
melalui kekuasaan otoriternya untuk secara agresif memaksakan pemberlakuan
serba konsepnya secara seragam pada semua Negara yang berkembang. Berdasarkan
kondisi ini, merupakan peluang bagi ideologi kapitalisme (liberalisme) untuk
menguasai suatu bangsa. Penguasaan dilakukan terus-menerus dan menekan
Negara-Negara yang berkembang seperti Indonesia untuk meraup keuntungan yang
sangat besar.
Akibat dari hubungan globalisasi
tersebut, Negara bangsa Indonesia menghadapi tantangan yang tidak mudah.
Baik itu berasal dari dalam maupun luar Negara. Secara internal, Pancasila
dihadapkan pada peranannya di dalam mempersatukan bangsa Indonesia dengan
semboyan Bhineka Tunggal Ika untuk mencegah adanya konflik dan kesalahpahaman
di masing-masing daerah.
Tantangan eksternal yang ikut
dihadapi Pancasila juga adalah bahwa di era globalisasi muncul suatu sistem
informasi yang dulunya berdampak baik bagi masyarakat perlahan-lahan menjadi
suatu kebiasaan buruk yang sangat parah di lingkungan masyarakat Indonesia. Ada
satu hal yang tidak akan dilupakan oleh bangsa Indonesia ini, pergaulan global
yang membuat warga Indonesia menderita tekanan batin seumur hidup.
Maka dari itu, Pancasila yang
wataknya adalah Integralistik atau sifatnya yang kebersamaan yang sendirinya dapat
berpeluang dalam skala dunia untuk membimbing penyelenggaraan ketertiban dunia
yang pendukungnya adalah aspek kehidupan Nasional. Berkat kebersamaan yang
ditetapkan bangsa Indonesia, pihak luar merasa iba dan mengutuk perlakuan
tersebut dan mendapat perhatian dari negar lain. Maka dari itu agar tetap utuh
dan mampu berperan dalam pergaulan global prinsip Pancasila jangan kita hapus
dalam kepribadian kita masing-masing.
Pancasila Merupakan watak Integralistik dapat dilihat
sebagai :
1) subjeknya jamak yang bertingkah laku secara serentak.
2) Bahan baku dari keadilan adalah hasil terlaksananya kewajiban memberi
daripada subjek.
3) keadilannya bersifat fungsional, karena orang yang tak pernah
melaksanakan kewajiban memberi, tidak akan mendapatkan hak
4) Dengan terjadinya transformasi kewajiban ke ha kantar subjek yang jamak,
keadilan sosial terjamin terwujud.
Untuk
menghadapi tantangan masa depan perlu didorong
pengembangan nilai-nilai Pancasila secara kreatif dan dinamik.
Kreativitas dalam konteks ini dapat diartikan
sebagai kemampuan untuk menyeleksi nilai-nilai
baru dan mencari alternatif bagi
pemecahan masalah-masalah politik, sosial, budaya, ekonomi,
dan pertahanan keamanan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah
Indonesia dalam Kehidupan Global
Letak Indonesia yang strategis
diantara dua benua besar, yakni Asia dan Australia di sebelah Utara dan
Selatan. Dua buah Samudera, yakni Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang
mengapiti Indonesia dari sebelah timur dan barat. Posisi yang sedemikian rupa
merupakan titik pertemuan antar dari berbagai negara. Berdasarkan tersebut,
setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagai bangsa yang baru merdeka, Indonesia
melakukan kegiatan hubungan luar negeri yang dilandasi pada landasan filsafah
dan Dasar Negara yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sila-sila
Pancasila yang satu sama lainnya saling menjiwai dan dijiwai untuk memberikan
landasan prinsipil bagi kegiatan bangsa Indonesia. Sila Pertama Ke-Tuhanan yang
Maha Esa menjadi sumber pokok nilai-nilai kehidupan bangsa juga merupakan dasar
pengatur interelasi ataupun hubungan baik bagi kalangan Indonesia sendiri
maupun yang mencakup hubungan Internasional. Ke-Tuhanan yang Maha Esa juga
mendasari perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalang persatuan
Indonesia yang bersifat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Berdasarkan Pancasila, terutama sila ke dua, bangsa
Indonesia menggariskan bentuk hubungan dengan bangsa lainnya secara positif
demi kepentingan sendiri dan kepentingan dunia pada umumnya. Kegiatan
Global Indonesia dalam hubungan kerjasama dengan Negara lain berorientasi
dengan perwujudan kepentingan utama Nasional baik itu dalam bidang ekonomi,
sosial budaya, politik maupun pertahanan Indonesia yang dapat kita lihat
sebagai
berikut :
v Pemantapan
territorial serta perlindungan terhadap warga negaranya
v Mengembangkan
serta meningkatkan kehidupan ekonomi.
v Mempertahankan
kepribadian bangsa yang menjadi ciri khas dari bangsa Indonesia yang
membedakannya dengan bangsa lain.
Mulai
dari bergabungnya Indonesia dalam PBB,ASEAN,AFC,OPEC,NATO, dan yang terbaru
adalah kelompok Negara G20 yang merupakan negara yang pengontrol perekonomian
dunia. Hubungan ini juga dilakukan oleh Indonesia dengan Negara lain dengan
mewujudkan kepentingan Nasional dan kepentingan dunia.
Globalisasi dapat kita artikan sebagai suatu kegiatan yang berasal dari negara
yang berbeda-beda yang melakukan Interaksi baik secara langsung maupun tidak
langsung serta tidak adanya batas atau bebas dalam melakukan interaksi.
Kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan hubungan antar bangsa dapat dilaksanakan
di dalam waktu yang sangat singkat. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat
kita hindari kehadirannya. Globalisasi dunia yang ditandai begesernya peran
Negara bangsa yang didominasi oleh Negara bagian barat (kapitalisme) dengan
peradaban individualistiknya. Globalisasi sebagai sebuah proyek rekayasa
negara-negara adikuasa (kapitalis) untuk tetap menjaga eksistensi dan
pengaruhnya terhadap dunia terutama dunia ketiga. Gobalisasi dipandang hanya
evolusi dari kapitalisme dimana negara kaya akan mengontrol perokonomian dunia
sedangkan negara-ngara kecil atau yang sering disebut negara ketiga hanya
dieksploitasi dan semakin terbenam karena tidak mempunyai daya saing. Namun
bukan hanya itu saja keburukan dari Globalisasi, kapitalisme pasar bebas yang
bersanding manis dengan istilah ekonomi neoliberal memperlakukan tenaga kerja,
uang, tanah dan sumber alam sebagai faktor produksi semata atau komoditas yang
diperjual belikan. Akibatnya, Supply Demand dari tenaga
kerja, uang, tanah dan sumber alam akan ditentukan dan menentukan harga di
pasaran. Dampak langsung yang diakibatkan kondisi ini adalah krisis finansial,
instabilitas politik, dan ancaman kelestarian lingkungan yang terjadi pada
akhir-akhir ini. Contoh yang bisa kita ambil dari dampak Globalisasi ini adalah
pengerukan habis-habisan sumber daya alam di Indonesia yang dilakukan oleh
pihak asing dan pekerjanya adalah orang dari pihak asing tersebut juga..
Pengerukan habis-habisan ini bisa dilakukan oleh pihak asing karena Negara
"terjebak" dengan iming-iming investasi yang sangat besar yang
diperkirakan dapat membantu pereokonomian yang ada di Indonesia. Bukan
pertumbuhan ekonomi yang didapat oleh bangsa Indonesia ini melainkan kekacauan
yang terjadi. Ini dikarenakan kecemburuan sosial yang terjadi di masyarakat
Indonesia yang hendak bekerja di perusahaan asing tersebut namun tidak
diperkenankan dan melakukan demo yang berbentuk kekerasan dan yang didapat oleh
pihak asing adalah keuntungan yang sangat besar dari penipuan yang dilakukan.
Yang dijelaskan diatas hanya kerugian dan kekacauan bagi ekonomi Indonesia,
disini kita akan menemukan banyaknya dampak-dampak negatif yang kita alami,
seperti Masyarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas
diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya
barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai hal biasa kemudian
Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin,
karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan
pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan
nasional bangsa. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan
ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka
orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa, Karena globalisasi menganut
kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Jika
keburukan ini dibiarkan terus-menerus moral negara akan semakin rusak dan tidak
ada rasa kecintaannya (nasionalisme) terhadap negaranya sendiri.
Hanya
satu yang berdampak positif dari hubungan global ini yakni semakin luasnya
jangkauan dan ada juga kerjasama antar negara yang membawa keuntungan bagi yang
melakukannya.Berdasarkan diatas, karena sangatlah banyak dampak negatif
Globalisasi dibandingkan dengan dampak positifnya di Indonesia maka Pancasila
sebagai dasar Negara harus mampu mewujudkan Negara yang memiliki kepribadian
yang integralistik. Kepribadian yang integralistik ini akan kita bahas dalam
aktualisasi Nilai-nilai Pancasila dalam Kehidupan Globalisasi.
2.2 Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan
Globalisasi.
2.2.1
Aktualisasi Pancasila Sebagai Perubahan dan Pembaharuan
Pembaharuan
dan perubahan bukanlah melalui bersumber dari satu sisi saja,
yaitu akibat yang timbul dari dalam (internal),
melainkan bisa terjadi karena pengaruh
dari luar Negara (eksternal). Terjadinya
proses perubahan (dinamika) dalam aktualisasi
nilai Pancasila tidaklah
semata-mata disebabkan kemampuan dari dalam (potensi)
dari Pancasila itu sendiri, melainkan suatu
peristiwa yang terkait atau berelasi dengan realitas yang lain. Dinamika
aktualisasi Pancasila bersumber pada aktivitas di dalam
menyerap atau menerima dan menyingkirkan atau menolak
nilai-nilai atau unsur-unsur dari luar (asing). Contoh paling jelas dari
terjadinya perubahan transformatif dalam aktualisasi nilai Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, adalah empat kali amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan MPR
pada tahun 1999, 2000, 2001, dan tahun 2002 akibat dari perubahan dalam
masyarakat.
Dewasa ini,
akibat kemajuan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi,
terjadilah perubahan pola hidup masyarakat yang begitu cepat. Tidak satupun
bangsa dan negara mampu mengisolir diri dan menutup rapat
dari pengaruh budaya asing. Kondisi ini di satu pihak
akan menyadarkan bahwa kehidupan yang
mengikat kepentingan nasional tidak luput dari pengaruhnya dan
dapat menyinggung kepentingan bangsa lain. Dapat kita
contohkan yakni kebutuhan masyarakat akan suatu barang tertentu misalnya Gula
untuk Indonesia dan Beras untuk Negara India. Dimana disini Indonesia tidak
mampu meyediakan begitu banyak kebutuhan gula tetapi memiliki pasokan yang
sangat banyak untuk dua puluh tahun ke depan. Begitu juga dengan kehidupan
India. Maka dari itu Indonesia dan India akan bekerja sama untuk
sama-sama mengirimkan Gula beserta Beras untuk kepentingan Negara
masing-masing.
Namun yang harus pahami bahwa dalam kehidupan dewasa ini dimana Negara kita
telah memasuki pergaulan Global, Teknologi yang telah menjadi bagian budaya
manusia telah jauh mempengaruhi tata kehidupan manusia secara
keseluruhan.
Jika pengaruh Global itu tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat, atau tidak mendukung bagi terciptanya kondisi yang
sesuai dengan Pancasila, maka perlu dikembangkan dengan sikap
yang kritis oleh Indonesia sendiri terutama terhadap gagasan-gagasan, ide-ide
yang datang dari luar Negara (eksternal).
Misalnya Dalam konteks budaya, sebenarnya bukan masalah adanya
pertemuan kebudayaan luar dengan budaya Indonesia, berdasarkan yang
diatas sikap kritis Indonesia yang diperlukan yakni menyaring budaya asing
tersebut, tetapi mengolah dan mengkreasi dalam bentuk
sisi positif sehingga tercipta sesuatu yang baru tetapi tanpa
menghilangkan sesuatu yang penting dalam budaya Indonesia tersebut.
Jika
kita lihat dengan secara seksama ideologi-ideologi besar di dunia sekarang ini,
Ideologi mereka bergeser secara dinamik. Para penyangga ideologi itu
telah melakukan revisi, pembaharuan dan pemantapan dalam mengaktualisasikan
ideologi nya. Perkembangan zaman Global menuntut
bahwa ideologi harus memiliki nafas baru,
semangat baru dengan corak nilai, ajaran dan konsep kunci mengenai
kehidupan yang memiliki perspektif baru. Ideologi Pancasila pun dituntut
demikian. Pancasila harus mampu menghadapi pengaruh budaya asing,
khususnya ilmu dan teknologi modern dan latar belakang
filsafatnya yang berasal dari luar (eksternal)
Dinamika Pancasila dimungkinkan apabila ada daya refleksi yang mendalam dan
keterbukaan yang matang untuk menyerap, menghargai, dan memilih
nilai-nilai hidup yang tepat dan baik untuk
menjadi pandangan hidup bangsa bagi
kelestarian hidupnya di
masa mendatang. Sedangkan di dalam penerapan atau penolakan
terhadap nilai-nilai budaya luar tersebut
berdasar pada relevansinya. Dalam konteks hubungan internasional dan
pengembangan ideologi, bukan hanya Pancasila yang menyerap atau
dipengaruhi oleh nilai-nilai asing, namun
nilai-nilai Pancasila bisa ditawarkan dan
berpengaruh, serta menyokong kepada kebudayaan
atau ideologi lain. Karena disini Pancasila memiliki keistimewaan
yakni bersifat dinamik dan Watak Integralistik yang membedakannya dengan
Ideologi lainnya.
Pancasila
bersifat terbuka. Artinya, peka terhadap perubahan yang
terjadi dalam kehidupan manusia dan tidak menutup diri terhadap nilai dan
pemikiran dari luar yang memang diakui menunjukkan arti dan
makna yang positif bagi pembinaan budaya
bangsa, sehingga dengan demikian menganggap proses akulturasi
sebagai hal yang wajar. Dengan begitu ideologi
Pancasila akan menunjukkan sifatnya
yang dinamik, yaitu memiliki
kesediaan untuk mengadakan pembaharuan yang berguna bagi
perkembangan pribadi manusia dan masyarakat dunia.
Untuk
menghadapi tantangan masa depan perlu didorong
pengembangan nilai-nilai Pancasila secara kreatif dan dinamik.
Kreativitas dalam konteks ini dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk menyeleksi nilai-nilai baru dan
mencari alternatif bagi pemecahan masalah-masalah
politik, sosial, budaya, ekonomi, dan pertahanan keamanan.
Ideologi
Pancasila tidak perlu takut menolak bahan-bahan baru dan kebudayaan
asing, melainkan mampu menyerap nilai-nilai yang dianggap positif yang
dipertimbangkan dapat memperkaya dan
memperkembangkan kebudayaan sendiri, serta
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia mau tidak mau harus terlibat
dalam dialog dengan bangsa-bangsa lain, namun tidak
tenggelam dan hilang di dalamnya. Yang artinya tidak hanya mengiyakan segala
sesuatunya tanpa menyatakan suatu pendapat dalam dialog Dunia. Proses akulturasi
tidak dapat dihindari. Bangsa Indonesia juga dituntut berperan aktif
dalam pergaulan dunia.Bangsa Indonesia harus
mampu ikut bermain dalam interaksi dunia dalam menentukan arah
kehidupan manusia seluruhnya.Untuk bisa menjalankan peran
itu, bangsa Indonesia sendiri harus mempunyai
kesatuan nilai yang menjadi keunikan bangsa, sehingga mampu
memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam
percaturan internasional. Identitas diri bukan sesuatu yang
tertutup tetapi sesuatu yang terus dibentuk dalam interaksi
dengan kelompok masyarakat bangsa, negara,
manusia, sistem masyarakat dunia. Semuanya itu
mengharuskan adanya strategi
kebudayaan yang mampu neneruskan
dan mengembangkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam segala aspek kehidupan
bangsa.
Ideologi
Pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia
tidak harus begitu saja atau tidak ada perubahan, melainkan harus diperbaharui
secara terus menerus sehingga mampu memberikan
pedoman, inspirasi, dan dukungan pada setiap
anggota bangsa Indonesia dalam memperkembangkan
dirinya sebagai bangsa Indonesia kepada seluruh Bangsa.
2.3 Pancasia Sebagai Filter Nilai-Nilai Asing di Era
Globalisasi
Presiden Soekarno pada saat berpidato dalam sidang
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 1 Juni
1945, pernah mengatakan mengenai pentingnya bangsa Indonesia memiliki sebuah
“philosofische gronslaag” atau filosofi dasar yang memuat pandangan tentang
dunia dan kehidupan (weltanschauung). Menurutnya dasar negara dan ideologi
nasional tersebut, merupakan suatu hal yang abadi yang harus tetap
dipertahankan selama berdirinya negara.
Ungkapan dari presiden pertama sekaligus proklamator Republik Indonesia
tersebut, jelas memperlihatkan menganai pentingnya dasar negara dan ideologi
nasional sebagai landasan berdiri dan tegaknya sebuah negara. Oleh sebab itu,
perumusan dasar negara Indonesia dilakukan melalui penggalian yang mendalam
terhadap pandangan hidup dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang
mencerminankan nilai-nilai peradaban, kebudayaan, dan keluhuran budi yang
mengakar dan teranyam dalam kehidupan bangsa Indonesia. Hal itu pulalah yang
kemudian menjadi landasan dari lahirnya sebagai dasar Negara dan ideologi bangsa
Indonesia.
Pancasila lahir dari sebuah perjanjian luhur berdasarkan hasil musyawarah para founding father (pendiri bangsa dan negara) Indonesia dalam sidang BPUPKI yang dilaksanakan selama dua kali masa persidangan, yaitu pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 dan 10-16 Juni 1945. Sejak pertama kali ditetapkan sebagai dasar negara oleh Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945, tepat satu hari setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekannya, Pancasila dianggap sebagai sublimasi dari pandangan hidup dan nilai-nilai budaya yang mampu menyatukan bangsa Indonesia dengan keberagaman suku, ras, bahasa, dan agama, sehingga keberadaannya dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun sosio-kultural. Moral dalam arti tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama yang berlaku di Indonesia, sosio-kultural berarti mencerminankan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, Pancasila kemudian menjadi norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara yang memiliki kedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum tertinggi, menjadi pandangan hidup bagi bangsa Indonesia, dan jiwa yang mencerminkan kepribadian bangs
Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara, sekaligus menjadi sumber dari segala sumber hukum yang menjadi cita-cita hukum (recht-idee) dan cita – cita bersama (staats-idee) bangsa Indonesia. Sebagai Ideologi atau pandangan hidup, nilai-nilai Pancasila merupakan pedoman dan pegangan dalam pembangunan bangsa dan negara, agar tetap berdiri kokoh dan mengetahui arah dalam memecahkan berbagai masalah seperti ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial-budaya dan lain sebagainya. Sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, nilai-nilai Pancasila mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia, sebab nilai dasarnya merupakan hasil kristalisasi dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia asli bukan diambil dari bangsa lain, yang mencerminkan garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Akan tetapi pertanyaan kemudian muncul, ketika Pancasila yang telah ditetapkan sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia didihadapkan pada banyaknya persoalan yang mendera bangsa Indonesia, terlebih dengan semakin cepatnya perkembangan zaman yang diimbangi oleh derasnya arus globalisasi. Pengaruh masuknya budaya asing di tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang dikuti tanpa adanya penyaringan kaidah, merupakan salah satu penyebab semakin terkikisnya nilai-nilai Pancasila dan rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Pancasila seakan terlupakan sebagai sebuah dasar negara dan ideologi nasional yang seharusnya dijunjung tinggi oleh semua masyarakat Indonesia.
Permasalahan yang paling utama dihadapi oleh Pancasila terutama mengenai masalah penghayatan dan pengamalannya. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya tindakan dan perilaku masyarakat Indonesia yang jauh dari nilai-nilai yang mencerminkan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia. Dari beberapa dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi yang tidak mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, dapat kita lihat pada beberapa aktivitas kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Hal tersebut terlihat dari perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin modern dan konsumtif, pudarnya nilai-nilai gotong royong, munculnya sikap individualisme, dan terbentuknya sikap materialistis serta sekularisme.
Globalisasi seakan telah mampu menciptakan hubungan interpersonal masyarakat Indonesia menjadi lebih individualistik, mementingkan diri sendiri, dan pragmatis. Masyarakat kita kini cenderung pragmatis sebagai akibat dari pengaruh persoalan gaya hidup global yang sudah merasuk ke dalam kesadaran pola hidup mereka. Selain itu, pemahaman nasionalisme bangsa mulai berkurang, di saat negara membutuhkan soliditas dan persatuan hingga sikap gotong royong, sebagian kecil masyarakat terutama yang ada di perkotaan justru lebih mengutamakan kelompoknya, golonganya, bahkan negara lain dibandingkan kepentingan negaranya.
Globalisasi ibarat sebuah keniscayaan waktu yang mau tidak mau harus dihadapi oleh setiap negara manapun dibelahan bumi ini, tidak terkecuali oleh bangsa Indonesia. Ia mampu memberikan paksaan kepada setiap negara untuk membuka diri dalam segala bidang kehidupan, seperti ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, setiap negara dituntut untuk selalu lebih maju mengikuti setiap perkembangan demi perkembangan, yang terkadang jauh dari sebuah keteraturan. Pihak yang diuntungkan dalam situasi tersebut, tentunya adalah negara-negara maju yang memiliki tingkat kemapanan dan kemampuan yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang.
Di era globalisasi, dunia ibarat menjadi sebuah komunitas global yang hidup dan saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, tidak memandang apakah negara tersebut maju atau berkembang, desa atau pun kota, semuanya akan saling berinteraksi. Selain itu, globalisasi mampu menciptakan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia. Akibatnya, tidak jarang banyak pengaruh yang masuk dari luar baik yang memiliki nilai positif maupun negatif. Perkembangan globalisasi, mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap nilai-nilai yang telah berkembang di masyarakat. Bahkan dalam konteks yang lebih luas, globalisasi mampu menghancurkan nilai-nilai yang telah ada di masyarakat, seperti nilai sosial-budaya, ideologi, agama, politik, dan ekonomi.
Bebarapa pengaruh yang muncul sebagai akibat dari globalisasi memang tidak secara langsung akan berpengaruh terhadap nasionalisme suatu bangsa. Akan tetapi, secara keseluruhan pengaruh globalisasi tersebut dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa dan negara menjadi berkurang atau hilang. Sebab, globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apa yang terjadi atau terdapat di luar negeri yang dianggap bagus, maka akan mampu memberi inspirasi dan aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Namun jika hal tersebut terjadi, maka akan menimbulkan suatu persoalan yang dilematis. Karena apa yang dinilai baik tersebut, belum tentu sesuai dengan nilai-nilai yang ada di Indonesia. Tetapi bila tidak dipenuhi, akan dianggap tidak aspiratif, atau ketinggalan zaman, yang pada akhirnya akan mampu mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional, bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Ada tiga unsur utama yang senantiasa bergerak dalam era globalisasi seperti sekarang ini, yaitu unsur manusia, unsur barang dan modal, serta informasi. Melalui ketiga gerak tersebut, apa yang terjadi pada dunia luar akan dapat kita ketahui. Rumah-rumah kita akan terbuka terhadap dunia luar secara keseluruhan melalui media-media seperti televisi, surat kabar, telepon, internet dan lain sebagainya. Akibatnya, kita tidak bisa tertutup lagi terhadap pengaruh yang datang dari luar. Sehingga mau tidak mau, mereka harus siap menerima segala hal baru yang masuk ke negaranya, termasuk bangsa Indonesia.
Berdasarkan beberapa fenomena tersebut, kita dapat melihat bahwa Pancasila seakan rapauh dalam kedudukannya sebagai dasar dan ideologi negara. Oleh sebab itu, memahami peran Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional di era globalisasi yang ditandai dengan semakin berkembangnya arus teknologi informasi, merupakan tuntutan yang “hakiki” dari setiap warga negara Indonesia agar memiliki pemahaman, persepsi, dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peran, serta fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Masuknya pengaruh budaya asing ke Indonesia melalui berbagai media seperti yang disebutkan di atas, tentunya akan sangat mempengaruhi perkembangan budaya di Indonesia, karena akan terjadi proses interaksi antara budaya Indonesia dengan budaya asing yang masuk. Proses interaksi yang terjadi tersebut pada hakekatnya merupakan sesuatu hal yang wajar dalam era globalisasi seperti sekarang ini, karena melalui interaksi dengan dunia luar kemajuan akan dapat diperoleh tergantung dari bagaimana kita menyikapinya.
Bangsa Indonesia seperti kita ketahui memiliki keanekaragaman budaya dengan keunikan serta ciri khas yang berbeda jika dibandingkan dengan budaya dari negara-negara lain. Kebudayaan lokal Indonesia yang sangat beranekaragam tersebut, seharusnya dapat dijadikan sebagai suatu kebanggaan sekaligus tantangan untuk dapat kita pertahankan serta kita warisi kepada generasi selanjutnya. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman yang ditandai dengan semakin derasnya arus globalisasi, perlahan budaya asli Indonesia mulai terlupakan. Akibatnya, tidak jarang masyarakat kita khususnya kaum muda lebih memilih kebudayaan baru yang mungkin dinilainya lebih moderen (kekinian) dibandingkan dengan budaya lokal.
Banyak faktor yang menyebabkan budaya lokal dilupakan pada masa sekarang ini, salah satu penyebabnya adalah karena masuknya budaya asing. Masuknya budaya asing ke Indonesia sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Namun pada kenyataannya budaya asing mulai mendominasi sehingga budaya lokal perlahan mulai terlupakan. Faktor lain yang menjadi masalah adalah kurangnya pengajaran dan kesadaran dari masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal sebagai identitas budaya bangsa Indonesia.
Dalam kondisi seperti ini lah Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara bangsa Indonesia, memegang peranan penting untuk dapat menjadi filter (penyaring) nilai-nilai baru, sehingga mampu mempertahankan nilai budaya asli Indonesia di era globalisasi seperti sekarang ini. Pancasila akan memilah-milah nilai-nilai mana saja yang seyogyanya bisa diserap untuk disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri. Dengan begitu, nilai-nilai baru yang berkembang nantinya akan tetap berada di bawah kepribadian bangsa Indonesia. Selain itu untuk mangatasi dampak dari globalisasi, Pancasila juga seharusnya benar-benar dipegang teguh oleh masyarakat Indonesia sebagai pandangan hidup yang harus tetap menjadi pijakan dalam bersikap.
Talcott Parsons seorang Sosiolog asal Amerika dalam bukunya yang berjudul Social System (sistem sosial) mengatakan, jika suatu masyarakat ingin tetap eksis dan lestari, ada empat paradigma fungsi (function paradigm) yang harus terus dilaksanakan oleh masyarakat bersangkutan. Pertama, pattern maintenance (pola pemeliharaan), yaitu kemampuan memelihara sistem nilai budaya yang dianut dan berlaku di dalam masyarakat, karena budaya pada hakikatnya merupakan endapan dari perilaku manusia. Budaya masyarakat itu akan berubah karena terjadi transformasi nilai dari masyarakat terdahulu ke masyarakat baru atau pun karena masuknya pengaruh budaya dari luar, tetapi dengan tetap memelihara nilai-nilai yang dianggapnya luhur, budaya lama akan tetap bertahan meskipun akan terbentuk masyarakat baru yang lain.
Kedua, kemampuan masyarakat beradaptasi dengan dunia yang berubah dengan cepat. Sejarah membuktikan banyak peradaban masyarakat yang telah hilang karena tidak mampu beradaptasi dengan perubahan dunia. Pada hal menurut Talcott, masyarakat yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan serta mampu memanfaatkan peluang yang timbul, maka dialah yang akan unggul.
Ketiga, adanya fungsi integrasi dari unsur-unsur masyarakat yang beragam secara terus-menerus, sehingga terbentuk kekuatan sentripetal yang akan kian menyatukan masyarakat itu. Artinya, sebuah sistem yang ada di dalam masyarakat, harus mampu mengatur dan menjaga antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya.
Keempat, masyarakat perlu memiliki goal attainment atau tujuan bersama yang dari masa ke masa bertransformasi karena terus diperbaiki oleh dinamika masyarakatnya dan oleh para pemimpinnya. Jika negara kebangsaan Indonesia terbentuk oleh kesamaan sejarah masa lalu, maka ke depan perlu lebih dimantapkan lagi oleh kesamaan cita-cita, pandangan hidup, harapan, dan tujuan tentang masa depannya.
Dalam perspektif negara-bangsa, empat paradigm fungsi yang dikemukakan oleh Parson tersebut setidaknya perlu diterapkan oleh masyarakat Indonesia, terutama untuk menjaga nilai-nilai Pancasila agar dapat tetap hidup dan berkembang dalam kedudukannya sebagai dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nilai-nilai Pancasila seakan terlupakan sebagai sebuah dasar negara dan ideologi nasional yang seharusnya dijunjung tinggi oleh semua masyarakat Indonesia, terlebih dengan semakin cepatnya perkembangan zaman yang diimbangi oleh derasnya arus globalisasi dan masuknya budaya asing. Oleh sebab itu, agar Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa tetap mempunyai semangat untuk diperjuangkan, kita perlu menerima kenyataan jika Pancasila belum dapat dijadikan sebagai pijakan dalam bersikap oleh semua pihak. Pancasila perlu disosialisasikan agar benar-benar dipahami oleh masyarakat Indonesia khususnya kaum muda sebagai landasan filosofis bangsa Indonesia dalam mempertahankan eksistensi dan mengembangkan dirinya menjadi bangsa yang sejahtera dan modern.
Sebagai dasar negara, Pancasila harus benar-benar dijadikan sebagai acuan dasar hukum dan dasar moral dalam penyelenggaraan bernegara. Sebagai ideologi atau pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila perlu benar-benar di hayati sebagai suatu sistem nilai yang dipilih dan didianut oleh bangsa Indonesia karena kebaikan, kebenaran, keindahan dan manfaatnya bagi bangsa Indonesia, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari yang pengamalannya bersifat subjektif, artinya tergantung kepada individu yang bersangkutan. Karena berbagai tantangan yang dihadapi dalam menjalankan ideologi Pancasila, sejatinya tidak akan mampu untuk menggantikankan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, Pancasila harus terus dipertahankan oleh segenap bangsa Indonesia sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia, karena Pancasila merupakan nyawa yang telah tertanam sejak bangsa dan negara Indonesia lahir.
Tantangan pada era globalisasi yang bisa mengancam eksistensi budaya dan kepribadian bangsa Indonesia seperti sekarang ini, harus ditangkal melalui nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sebagai sebuah dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia. Meskipun perkembangan zaman berkembang dengan sangat cepat, tetapi perlu diingat bahwa bangsa dan negara Indonesia tidak harus kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang memiliki nilai-nilai peradaban, kebudayaan, dan keluhuran budi yang sebenarnya sudah jelas tergambar dari nilai-nilai luhur Pancasila. Oleh karena itu, tantangannya yang sebenarnya dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini adalah menyiapkan secara matang generasi muda penerus bangsa agar arah dari pembangunan Indonesia dapat berjalan dengan baik. Salah satu caranya adalah melalui pendidikan yang lebih menekankan pada nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila.
Seperti kita ketahui, pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan karakter manusia dan faktor terpenting dalam menjaga keberlangsungan hidup bangsa dan negara. Melalui pendidikan yang lebih menekankan pada nilai-nilai Pancasila, diharapkan hal tersebut akan dapat menjadi solusi yang mampu mengerem dan mengurangi dampak negatif dari globalisasi. Sehingga kedepannya diharapkan akan tertanam ideologi dan identitas bangsa yang mampu menghasilkan manusia dengan sikap dan perilaku yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berkemanusiaan yang adil dan beradab, mendukung persatuan bangsa Indonesia, mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan individu/golongan, serta mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan sosial di dalam masyarakat, sehingga Indonesia ke depannya dapat menjadi negara yang memiliki kepribadian yang baik dan berkarakter.
Salah satu bentuk pendidikan yang dapat diterapkan adalah pendidikan moral Pancasila. Pendidikan moral Pancasila dapat dijadikan sebagai dasar dan arahan dalam upaya mengatasi krisis dan disintegrasi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada era globalisasi sekarang ini. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya menjaga nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Oleh sebab itu, perlu dipersiapkan lahirnya generasi-generasi yang sadar dan terdidik berdasarkan nilai-nilai moral yang ada pada Pancasila. Sadar dalam arti generasi yang hati nuraninya selalu merasa terpanggil untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila, terdidik dalam arti generasi yang mempunyai kemampuan dan kemandirian dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai sarana pengabdian kepada bangsa dan negara. Dengan demikian akan muncul generasi-generasi yang mempunyai ide-ide segar dalam mengembangkan Pancasila. Sehingga dari sini lah diharapkan akan tercipta generasi penerus bangsa yang akan mampu membangun bangsa Indonesia menuju kesejahteraan.
Oleh karena itu, kita harus sadar akan pentingnya menanam dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Sehingga pada akhirnya, masyarakat dan bangsa Indonesia dapat menjaga keharmonisan dan kelangsungan hidup bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila, serta penuh spirit Pancasila untuk mewujudkan bangsa yang sejahtera, adil dan makmur di masa mendatang. Melalui pemahaman makna Pancasila yang dikembangkan dengan penuh semangat dan keyakinan, maka bangsa Indonesia akan mampu menjaga dan mengembangkan nilai-nilai sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya yang serba pluralistik pada era globalisasi seperti sekarang ini. Tetap melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional, sebagaimana yang telah dirintis oleh para pendahulu kita dan merupakan suatu kawajiban etis dan moral yang harus tetap dilestarikan oleh generasi-generasi berikutnya, sehingga apa pun tantangan yang akan dihadapi, bangsa Indonesia tidak akan pernah kehilangan jatidirinya sebagai bangsa yang memiliki nilai-nilai peradaban, kebudayaan, dan keluhuran budi.
Pancasila merupakan sebuah kekuatan ide yang berakar dari bumi Indonesia untuk menghadapi nilai-nilai dari luar, sebagai sistem syaraf atau filter terhadap berbagai pengaruh yang datang dari luar. Nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila akan dapat membangun sistem dalam masyarakat kita, untuk menghadapi ancaman kekuatan yang datang dari luar sekaligus menyeleksi hal-hal baik untuk diserap. Melalui Pancasila, moral sosial, toleransi, dan kemanusiaan, bahkan juga demokrasi bangsa ini dibentuk. Untuk itu Pancasila harus bisa kita telaah secara analitis dengan kekayaan nilainya yang selayaknya digali, diperdalam, lalu dikontekstualisasikan lagi pada perkembangan situasi yang kita hadapi. Karena Pancasila tidak akan memiliki makna tanpa pengamalan. Pancasila bukan sekedar simbol persatuan dan kebanggaan bangsa. Tetapi, Pancasila adalah acuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia.
Dalam pergaulan dunia yang kian global, tidak ada alasan untuk bangsa Indonesia menutup diri rapat-rapat dari dunia luar, karena jika hal itu terjadi bisa dipastikan bangsa Indonesia akan tertinggal oleh kemajuan zaman dan kemajuan dari bangsa-bangsa lain. Maka dari itu, yang terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia mampu menyaring agar nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia saja yang terserap, dengan tetap menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya sendiri. Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang tidak sesuai apalagi dapat merusak tata nilai budaya nasional bangsa Indonesia harus ditolak dengan tegas.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa globalisasi bukan menjadi alasan hancurnya nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang terkandung di dalam Pancasila. Bahkan sebaliknya, jika di era globalisasi bangsa kita mampu menyelaraskan pengaruh yang datang dari luar dengan tetap mendasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila, maka hal tersebut akan mampu memperkuat jati diri bangsa Indonesia di era yang serba moderen ini. Globalisasi bukan semata-mata menelan budaya Barat secara mentah-mentah. Akan tetapi sebaliknya, globalisasi yang berarti hilangnya batas-batas antarnegara dapat dijadikan sebagai ajang promosi budaya luhur yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Globalisasi telah memberikan tantangan baru yang mau tidak mau harus di hadapi dan di sikapi oleh semua elemen masyarakat. Era keterbukaan sudah mulai mengakar kuat di era globalisasi seperti sekarang ini, sehingga identitas nasional adalah salah satu bagian mutlak yang harus dipegang agar tidak hilang dan terbawa arus globalisasi. Untuk dapat mangatasi dampak-dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari globalisasi tersebut, maka Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara harus tetap menjadi pijakan dalam bersikap. Karena Pancasila yang dijadikan sebagai dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia, memiliki posisi yang abadi di dalam jiwa bangsa Indonesia.
Pancasila akan mampu menyaring segala pengaruh yang datang dari luar sebagai akibat dari globalisasi, untuk kemudian dipilih mana yang baik dan mana yang buruk yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Sehingga apa pun tantangan yang akan dihadapi, bangsa Indonesia tidak akan pernah kehilangan jatidirinya sebagai bangsa yang memiliki nilai-nilai peradaban, kebudayaan, dan keluhuran budi. Oleh sebab itu, dengan memaknai dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia, diharapkan hal tersebut akan dapat membuat generasi muda dan generasi-generasi selanjutnya menjadi lebih memiliki dan mencintai budaya dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Karena para generasi muda lah yang kelak akan menjadi pemegang kendali kemana arah tujuan bangsa Indonesia kedepannya, sehingga bangsa Indonesia bisa terus berkembang dan dipandang sebagai sebuah negara maju yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila. Karena pada dasarnya Pancasila merupakan sumber nilai, azas, kerangka berpikir, orientasi dasar, arah dan tujuan dari suatu perubahan masyarakat Indonesia menuju kemajuan dan kehidupan yang lebih baik.
Pancasila lahir dari sebuah perjanjian luhur berdasarkan hasil musyawarah para founding father (pendiri bangsa dan negara) Indonesia dalam sidang BPUPKI yang dilaksanakan selama dua kali masa persidangan, yaitu pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 dan 10-16 Juni 1945. Sejak pertama kali ditetapkan sebagai dasar negara oleh Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945, tepat satu hari setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekannya, Pancasila dianggap sebagai sublimasi dari pandangan hidup dan nilai-nilai budaya yang mampu menyatukan bangsa Indonesia dengan keberagaman suku, ras, bahasa, dan agama, sehingga keberadaannya dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun sosio-kultural. Moral dalam arti tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama yang berlaku di Indonesia, sosio-kultural berarti mencerminankan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, Pancasila kemudian menjadi norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara yang memiliki kedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum tertinggi, menjadi pandangan hidup bagi bangsa Indonesia, dan jiwa yang mencerminkan kepribadian bangs
Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara, sekaligus menjadi sumber dari segala sumber hukum yang menjadi cita-cita hukum (recht-idee) dan cita – cita bersama (staats-idee) bangsa Indonesia. Sebagai Ideologi atau pandangan hidup, nilai-nilai Pancasila merupakan pedoman dan pegangan dalam pembangunan bangsa dan negara, agar tetap berdiri kokoh dan mengetahui arah dalam memecahkan berbagai masalah seperti ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial-budaya dan lain sebagainya. Sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, nilai-nilai Pancasila mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia, sebab nilai dasarnya merupakan hasil kristalisasi dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia asli bukan diambil dari bangsa lain, yang mencerminkan garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Akan tetapi pertanyaan kemudian muncul, ketika Pancasila yang telah ditetapkan sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia didihadapkan pada banyaknya persoalan yang mendera bangsa Indonesia, terlebih dengan semakin cepatnya perkembangan zaman yang diimbangi oleh derasnya arus globalisasi. Pengaruh masuknya budaya asing di tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang dikuti tanpa adanya penyaringan kaidah, merupakan salah satu penyebab semakin terkikisnya nilai-nilai Pancasila dan rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Pancasila seakan terlupakan sebagai sebuah dasar negara dan ideologi nasional yang seharusnya dijunjung tinggi oleh semua masyarakat Indonesia.
Permasalahan yang paling utama dihadapi oleh Pancasila terutama mengenai masalah penghayatan dan pengamalannya. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya tindakan dan perilaku masyarakat Indonesia yang jauh dari nilai-nilai yang mencerminkan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia. Dari beberapa dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi yang tidak mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, dapat kita lihat pada beberapa aktivitas kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Hal tersebut terlihat dari perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin modern dan konsumtif, pudarnya nilai-nilai gotong royong, munculnya sikap individualisme, dan terbentuknya sikap materialistis serta sekularisme.
Globalisasi seakan telah mampu menciptakan hubungan interpersonal masyarakat Indonesia menjadi lebih individualistik, mementingkan diri sendiri, dan pragmatis. Masyarakat kita kini cenderung pragmatis sebagai akibat dari pengaruh persoalan gaya hidup global yang sudah merasuk ke dalam kesadaran pola hidup mereka. Selain itu, pemahaman nasionalisme bangsa mulai berkurang, di saat negara membutuhkan soliditas dan persatuan hingga sikap gotong royong, sebagian kecil masyarakat terutama yang ada di perkotaan justru lebih mengutamakan kelompoknya, golonganya, bahkan negara lain dibandingkan kepentingan negaranya.
Globalisasi ibarat sebuah keniscayaan waktu yang mau tidak mau harus dihadapi oleh setiap negara manapun dibelahan bumi ini, tidak terkecuali oleh bangsa Indonesia. Ia mampu memberikan paksaan kepada setiap negara untuk membuka diri dalam segala bidang kehidupan, seperti ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, setiap negara dituntut untuk selalu lebih maju mengikuti setiap perkembangan demi perkembangan, yang terkadang jauh dari sebuah keteraturan. Pihak yang diuntungkan dalam situasi tersebut, tentunya adalah negara-negara maju yang memiliki tingkat kemapanan dan kemampuan yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang.
Di era globalisasi, dunia ibarat menjadi sebuah komunitas global yang hidup dan saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, tidak memandang apakah negara tersebut maju atau berkembang, desa atau pun kota, semuanya akan saling berinteraksi. Selain itu, globalisasi mampu menciptakan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia. Akibatnya, tidak jarang banyak pengaruh yang masuk dari luar baik yang memiliki nilai positif maupun negatif. Perkembangan globalisasi, mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap nilai-nilai yang telah berkembang di masyarakat. Bahkan dalam konteks yang lebih luas, globalisasi mampu menghancurkan nilai-nilai yang telah ada di masyarakat, seperti nilai sosial-budaya, ideologi, agama, politik, dan ekonomi.
Bebarapa pengaruh yang muncul sebagai akibat dari globalisasi memang tidak secara langsung akan berpengaruh terhadap nasionalisme suatu bangsa. Akan tetapi, secara keseluruhan pengaruh globalisasi tersebut dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa dan negara menjadi berkurang atau hilang. Sebab, globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apa yang terjadi atau terdapat di luar negeri yang dianggap bagus, maka akan mampu memberi inspirasi dan aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Namun jika hal tersebut terjadi, maka akan menimbulkan suatu persoalan yang dilematis. Karena apa yang dinilai baik tersebut, belum tentu sesuai dengan nilai-nilai yang ada di Indonesia. Tetapi bila tidak dipenuhi, akan dianggap tidak aspiratif, atau ketinggalan zaman, yang pada akhirnya akan mampu mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional, bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Ada tiga unsur utama yang senantiasa bergerak dalam era globalisasi seperti sekarang ini, yaitu unsur manusia, unsur barang dan modal, serta informasi. Melalui ketiga gerak tersebut, apa yang terjadi pada dunia luar akan dapat kita ketahui. Rumah-rumah kita akan terbuka terhadap dunia luar secara keseluruhan melalui media-media seperti televisi, surat kabar, telepon, internet dan lain sebagainya. Akibatnya, kita tidak bisa tertutup lagi terhadap pengaruh yang datang dari luar. Sehingga mau tidak mau, mereka harus siap menerima segala hal baru yang masuk ke negaranya, termasuk bangsa Indonesia.
Berdasarkan beberapa fenomena tersebut, kita dapat melihat bahwa Pancasila seakan rapauh dalam kedudukannya sebagai dasar dan ideologi negara. Oleh sebab itu, memahami peran Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional di era globalisasi yang ditandai dengan semakin berkembangnya arus teknologi informasi, merupakan tuntutan yang “hakiki” dari setiap warga negara Indonesia agar memiliki pemahaman, persepsi, dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peran, serta fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Masuknya pengaruh budaya asing ke Indonesia melalui berbagai media seperti yang disebutkan di atas, tentunya akan sangat mempengaruhi perkembangan budaya di Indonesia, karena akan terjadi proses interaksi antara budaya Indonesia dengan budaya asing yang masuk. Proses interaksi yang terjadi tersebut pada hakekatnya merupakan sesuatu hal yang wajar dalam era globalisasi seperti sekarang ini, karena melalui interaksi dengan dunia luar kemajuan akan dapat diperoleh tergantung dari bagaimana kita menyikapinya.
Bangsa Indonesia seperti kita ketahui memiliki keanekaragaman budaya dengan keunikan serta ciri khas yang berbeda jika dibandingkan dengan budaya dari negara-negara lain. Kebudayaan lokal Indonesia yang sangat beranekaragam tersebut, seharusnya dapat dijadikan sebagai suatu kebanggaan sekaligus tantangan untuk dapat kita pertahankan serta kita warisi kepada generasi selanjutnya. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman yang ditandai dengan semakin derasnya arus globalisasi, perlahan budaya asli Indonesia mulai terlupakan. Akibatnya, tidak jarang masyarakat kita khususnya kaum muda lebih memilih kebudayaan baru yang mungkin dinilainya lebih moderen (kekinian) dibandingkan dengan budaya lokal.
Banyak faktor yang menyebabkan budaya lokal dilupakan pada masa sekarang ini, salah satu penyebabnya adalah karena masuknya budaya asing. Masuknya budaya asing ke Indonesia sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Namun pada kenyataannya budaya asing mulai mendominasi sehingga budaya lokal perlahan mulai terlupakan. Faktor lain yang menjadi masalah adalah kurangnya pengajaran dan kesadaran dari masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal sebagai identitas budaya bangsa Indonesia.
Dalam kondisi seperti ini lah Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara bangsa Indonesia, memegang peranan penting untuk dapat menjadi filter (penyaring) nilai-nilai baru, sehingga mampu mempertahankan nilai budaya asli Indonesia di era globalisasi seperti sekarang ini. Pancasila akan memilah-milah nilai-nilai mana saja yang seyogyanya bisa diserap untuk disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri. Dengan begitu, nilai-nilai baru yang berkembang nantinya akan tetap berada di bawah kepribadian bangsa Indonesia. Selain itu untuk mangatasi dampak dari globalisasi, Pancasila juga seharusnya benar-benar dipegang teguh oleh masyarakat Indonesia sebagai pandangan hidup yang harus tetap menjadi pijakan dalam bersikap.
Talcott Parsons seorang Sosiolog asal Amerika dalam bukunya yang berjudul Social System (sistem sosial) mengatakan, jika suatu masyarakat ingin tetap eksis dan lestari, ada empat paradigma fungsi (function paradigm) yang harus terus dilaksanakan oleh masyarakat bersangkutan. Pertama, pattern maintenance (pola pemeliharaan), yaitu kemampuan memelihara sistem nilai budaya yang dianut dan berlaku di dalam masyarakat, karena budaya pada hakikatnya merupakan endapan dari perilaku manusia. Budaya masyarakat itu akan berubah karena terjadi transformasi nilai dari masyarakat terdahulu ke masyarakat baru atau pun karena masuknya pengaruh budaya dari luar, tetapi dengan tetap memelihara nilai-nilai yang dianggapnya luhur, budaya lama akan tetap bertahan meskipun akan terbentuk masyarakat baru yang lain.
Kedua, kemampuan masyarakat beradaptasi dengan dunia yang berubah dengan cepat. Sejarah membuktikan banyak peradaban masyarakat yang telah hilang karena tidak mampu beradaptasi dengan perubahan dunia. Pada hal menurut Talcott, masyarakat yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan serta mampu memanfaatkan peluang yang timbul, maka dialah yang akan unggul.
Ketiga, adanya fungsi integrasi dari unsur-unsur masyarakat yang beragam secara terus-menerus, sehingga terbentuk kekuatan sentripetal yang akan kian menyatukan masyarakat itu. Artinya, sebuah sistem yang ada di dalam masyarakat, harus mampu mengatur dan menjaga antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya.
Keempat, masyarakat perlu memiliki goal attainment atau tujuan bersama yang dari masa ke masa bertransformasi karena terus diperbaiki oleh dinamika masyarakatnya dan oleh para pemimpinnya. Jika negara kebangsaan Indonesia terbentuk oleh kesamaan sejarah masa lalu, maka ke depan perlu lebih dimantapkan lagi oleh kesamaan cita-cita, pandangan hidup, harapan, dan tujuan tentang masa depannya.
Dalam perspektif negara-bangsa, empat paradigm fungsi yang dikemukakan oleh Parson tersebut setidaknya perlu diterapkan oleh masyarakat Indonesia, terutama untuk menjaga nilai-nilai Pancasila agar dapat tetap hidup dan berkembang dalam kedudukannya sebagai dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nilai-nilai Pancasila seakan terlupakan sebagai sebuah dasar negara dan ideologi nasional yang seharusnya dijunjung tinggi oleh semua masyarakat Indonesia, terlebih dengan semakin cepatnya perkembangan zaman yang diimbangi oleh derasnya arus globalisasi dan masuknya budaya asing. Oleh sebab itu, agar Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa tetap mempunyai semangat untuk diperjuangkan, kita perlu menerima kenyataan jika Pancasila belum dapat dijadikan sebagai pijakan dalam bersikap oleh semua pihak. Pancasila perlu disosialisasikan agar benar-benar dipahami oleh masyarakat Indonesia khususnya kaum muda sebagai landasan filosofis bangsa Indonesia dalam mempertahankan eksistensi dan mengembangkan dirinya menjadi bangsa yang sejahtera dan modern.
Sebagai dasar negara, Pancasila harus benar-benar dijadikan sebagai acuan dasar hukum dan dasar moral dalam penyelenggaraan bernegara. Sebagai ideologi atau pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila perlu benar-benar di hayati sebagai suatu sistem nilai yang dipilih dan didianut oleh bangsa Indonesia karena kebaikan, kebenaran, keindahan dan manfaatnya bagi bangsa Indonesia, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari yang pengamalannya bersifat subjektif, artinya tergantung kepada individu yang bersangkutan. Karena berbagai tantangan yang dihadapi dalam menjalankan ideologi Pancasila, sejatinya tidak akan mampu untuk menggantikankan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, Pancasila harus terus dipertahankan oleh segenap bangsa Indonesia sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia, karena Pancasila merupakan nyawa yang telah tertanam sejak bangsa dan negara Indonesia lahir.
Tantangan pada era globalisasi yang bisa mengancam eksistensi budaya dan kepribadian bangsa Indonesia seperti sekarang ini, harus ditangkal melalui nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sebagai sebuah dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia. Meskipun perkembangan zaman berkembang dengan sangat cepat, tetapi perlu diingat bahwa bangsa dan negara Indonesia tidak harus kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang memiliki nilai-nilai peradaban, kebudayaan, dan keluhuran budi yang sebenarnya sudah jelas tergambar dari nilai-nilai luhur Pancasila. Oleh karena itu, tantangannya yang sebenarnya dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini adalah menyiapkan secara matang generasi muda penerus bangsa agar arah dari pembangunan Indonesia dapat berjalan dengan baik. Salah satu caranya adalah melalui pendidikan yang lebih menekankan pada nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila.
Seperti kita ketahui, pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan karakter manusia dan faktor terpenting dalam menjaga keberlangsungan hidup bangsa dan negara. Melalui pendidikan yang lebih menekankan pada nilai-nilai Pancasila, diharapkan hal tersebut akan dapat menjadi solusi yang mampu mengerem dan mengurangi dampak negatif dari globalisasi. Sehingga kedepannya diharapkan akan tertanam ideologi dan identitas bangsa yang mampu menghasilkan manusia dengan sikap dan perilaku yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berkemanusiaan yang adil dan beradab, mendukung persatuan bangsa Indonesia, mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan individu/golongan, serta mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan sosial di dalam masyarakat, sehingga Indonesia ke depannya dapat menjadi negara yang memiliki kepribadian yang baik dan berkarakter.
Salah satu bentuk pendidikan yang dapat diterapkan adalah pendidikan moral Pancasila. Pendidikan moral Pancasila dapat dijadikan sebagai dasar dan arahan dalam upaya mengatasi krisis dan disintegrasi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada era globalisasi sekarang ini. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya menjaga nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Oleh sebab itu, perlu dipersiapkan lahirnya generasi-generasi yang sadar dan terdidik berdasarkan nilai-nilai moral yang ada pada Pancasila. Sadar dalam arti generasi yang hati nuraninya selalu merasa terpanggil untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila, terdidik dalam arti generasi yang mempunyai kemampuan dan kemandirian dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai sarana pengabdian kepada bangsa dan negara. Dengan demikian akan muncul generasi-generasi yang mempunyai ide-ide segar dalam mengembangkan Pancasila. Sehingga dari sini lah diharapkan akan tercipta generasi penerus bangsa yang akan mampu membangun bangsa Indonesia menuju kesejahteraan.
Oleh karena itu, kita harus sadar akan pentingnya menanam dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Sehingga pada akhirnya, masyarakat dan bangsa Indonesia dapat menjaga keharmonisan dan kelangsungan hidup bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila, serta penuh spirit Pancasila untuk mewujudkan bangsa yang sejahtera, adil dan makmur di masa mendatang. Melalui pemahaman makna Pancasila yang dikembangkan dengan penuh semangat dan keyakinan, maka bangsa Indonesia akan mampu menjaga dan mengembangkan nilai-nilai sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya yang serba pluralistik pada era globalisasi seperti sekarang ini. Tetap melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional, sebagaimana yang telah dirintis oleh para pendahulu kita dan merupakan suatu kawajiban etis dan moral yang harus tetap dilestarikan oleh generasi-generasi berikutnya, sehingga apa pun tantangan yang akan dihadapi, bangsa Indonesia tidak akan pernah kehilangan jatidirinya sebagai bangsa yang memiliki nilai-nilai peradaban, kebudayaan, dan keluhuran budi.
Pancasila merupakan sebuah kekuatan ide yang berakar dari bumi Indonesia untuk menghadapi nilai-nilai dari luar, sebagai sistem syaraf atau filter terhadap berbagai pengaruh yang datang dari luar. Nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila akan dapat membangun sistem dalam masyarakat kita, untuk menghadapi ancaman kekuatan yang datang dari luar sekaligus menyeleksi hal-hal baik untuk diserap. Melalui Pancasila, moral sosial, toleransi, dan kemanusiaan, bahkan juga demokrasi bangsa ini dibentuk. Untuk itu Pancasila harus bisa kita telaah secara analitis dengan kekayaan nilainya yang selayaknya digali, diperdalam, lalu dikontekstualisasikan lagi pada perkembangan situasi yang kita hadapi. Karena Pancasila tidak akan memiliki makna tanpa pengamalan. Pancasila bukan sekedar simbol persatuan dan kebanggaan bangsa. Tetapi, Pancasila adalah acuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia.
Dalam pergaulan dunia yang kian global, tidak ada alasan untuk bangsa Indonesia menutup diri rapat-rapat dari dunia luar, karena jika hal itu terjadi bisa dipastikan bangsa Indonesia akan tertinggal oleh kemajuan zaman dan kemajuan dari bangsa-bangsa lain. Maka dari itu, yang terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia mampu menyaring agar nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia saja yang terserap, dengan tetap menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya sendiri. Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang tidak sesuai apalagi dapat merusak tata nilai budaya nasional bangsa Indonesia harus ditolak dengan tegas.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa globalisasi bukan menjadi alasan hancurnya nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang terkandung di dalam Pancasila. Bahkan sebaliknya, jika di era globalisasi bangsa kita mampu menyelaraskan pengaruh yang datang dari luar dengan tetap mendasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila, maka hal tersebut akan mampu memperkuat jati diri bangsa Indonesia di era yang serba moderen ini. Globalisasi bukan semata-mata menelan budaya Barat secara mentah-mentah. Akan tetapi sebaliknya, globalisasi yang berarti hilangnya batas-batas antarnegara dapat dijadikan sebagai ajang promosi budaya luhur yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Globalisasi telah memberikan tantangan baru yang mau tidak mau harus di hadapi dan di sikapi oleh semua elemen masyarakat. Era keterbukaan sudah mulai mengakar kuat di era globalisasi seperti sekarang ini, sehingga identitas nasional adalah salah satu bagian mutlak yang harus dipegang agar tidak hilang dan terbawa arus globalisasi. Untuk dapat mangatasi dampak-dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari globalisasi tersebut, maka Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara harus tetap menjadi pijakan dalam bersikap. Karena Pancasila yang dijadikan sebagai dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia, memiliki posisi yang abadi di dalam jiwa bangsa Indonesia.
Pancasila akan mampu menyaring segala pengaruh yang datang dari luar sebagai akibat dari globalisasi, untuk kemudian dipilih mana yang baik dan mana yang buruk yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Sehingga apa pun tantangan yang akan dihadapi, bangsa Indonesia tidak akan pernah kehilangan jatidirinya sebagai bangsa yang memiliki nilai-nilai peradaban, kebudayaan, dan keluhuran budi. Oleh sebab itu, dengan memaknai dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia, diharapkan hal tersebut akan dapat membuat generasi muda dan generasi-generasi selanjutnya menjadi lebih memiliki dan mencintai budaya dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Karena para generasi muda lah yang kelak akan menjadi pemegang kendali kemana arah tujuan bangsa Indonesia kedepannya, sehingga bangsa Indonesia bisa terus berkembang dan dipandang sebagai sebuah negara maju yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila. Karena pada dasarnya Pancasila merupakan sumber nilai, azas, kerangka berpikir, orientasi dasar, arah dan tujuan dari suatu perubahan masyarakat Indonesia menuju kemajuan dan kehidupan yang lebih baik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah
Indonesia merdeka, Indonesia melakukan hubungan Internasional dengan berbagai
bangsa di dunia. Kerjasama dalam hubungan Internasional menyangkut Kepentingan
Nasional. Kerjasama ini tentu akan berdampak pada suatu masalah, dimana
terdapat ketergantungan antara bangsa yang satu dengan yang lainnya sehingga
diselesaikan secara bersama. Dalam hubungan global yang tanpa batas, akibat
adanya hubungan Internasional ada satu sisi yang tertinggal dalam suatu negara
di saat melakukan interaksi seperti kebiasaan ataupun budaya. Budaya yang
umumnya dari Negara Barat cenderung tidak sesuai dengan pribadi Masyarakat
Indonesia terkadang diikuti oleh bangsa Indonesia yang umumnya adalah anak-anak
dan remaja saat ini. Disinilah peran Pancasila untuk mencegah budaya barat itu
semakin merajalela yakni dengan mengamalkan kehidupan Pancasila dengan
meningkatkan ketahanan di bidang kebudayaan yang Kemudian seperti mencegah dan
mengambil tindakan atas masuknya pengaruh kebudayaan asing yang bertentangan
dengan jiwa Pancasila dan berdasarkan nilai-nilai ini, kepribadian serta jati
diri bangsa dapat dipertahankan.
3.2 Saran
Dalam Makalah ini Saya selaku
penyusun Makalah berharap Makalah ini dapat membantu kita untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang ada di Indonesia dan menganalisis permasalahan
tersebut. Saya juga berharap Makalah ini bukan hanya sebagai bahan pembacaan
saja yang hanya dilihat dan dilupakan tetapi dihayati untuk penambahan wawasan
kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Frans Fernandes. 2000. Hubungan Internasional dan Peranan Indonesia dalam Pendekatan Sejarah.
Jakarta : Badan Pendidikan Pusat Jakarta
Sudijono Sastroatmodjo. 2005. Pancasila Sebagai Perspektif Bangsa. Semarang : IKIP Semarang
Sugito AT dkk. 2005. Pendidikan Pancasila. Semarang : UPT MKU UNNES
Hardati Puji dkk. 2010. Pengantar Ilmu Sosial. Semarang : Widya Karya Semarang
0 Response to " "
Posting Komentar